Habibie-Ainun di Pekan Film Indonesia Hibur Warga Suriah

Minggu, 25 September 2016 - 21:30 WIB
Habibie-Ainun di Pekan Film Indonesia Hibur Warga Suriah
Habibie-Ainun di Pekan Film Indonesia Hibur Warga Suriah
A A A
DAMASKUS - Tiga film Indonesia—Habibie-Ainun, 5cm dan Tenggelamnya Kapal Van der Wijck—menjadi hiburan tersendiri bagi warga Lattakia, Suriah, di tengah berkecamuknya perang saudara di negeri tersebut. Tiga film ini diputar selama Pekan Film Indonesia yang digelar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Suriah pada 21—23 September 2016.

Gubernur Lattaka Mayjen Ibrahim Khudur al-Salim menuturkan, Lattakia mendapatkan kehormatan telah terpilih sebagai kota pertama tempat diselenggarakannya Pekan Film Indonesia pertama di Suriah ini. Dalam pembukaan Pekan Film Indonesia pada Rabu (21/9/2016), Ibrahim juga yang juga turut menonton film Habibie-Ainun hingga selesai ini mengutarakan kekagumannya pada sikap patriotisme Presiden Habibie dan kehebatan bangsa Indonesia dalam industri dirgantara.

“Kami berharap Pekan Film Indonesia ini bukan yang pertama dan terakhir di Lattakia. Berikutnya bukan hanya film, tetapi juga kesenian Indonesia lainnya kami tunggu pagelarannya di Lattakia,” tutur Ibrahim.

Sementara, pada sesi diskusi film 5cm yang digelar pada Kamis (22/9/2016), Direktur Kebudayaan Lattakia, Majid Sorem, mengatakan, penyelenggaraan Pekan Film Indonesia di Lattakia menjadi bukti nyata bahwa Indonesia adalah sahabat sejati Suriah. Di tengah banyak negara yang bersikap memusuhi Suriah, justru Indonesia tetap membuka kedutaannya di Ibu Kota Damaskus dengan kepala perwakilan setingkat duta besar.

“Indonesia telah mendobrak ‘embargo kebudayaan’ terhadap Suriah dengan dimulainya penyelenggaraan Pekan Film Indonesia di Suriah ini,” ujar Majid, yang meminjam istilah embargo ekonomi yang tengah diderita oleh Suriah.

Ketiga film itu mendapatkan tempat tersendiri bagi mereka yang menyaksikannya. Salah satunya adalah Lidya Jarkas. Mahasiswi Universitas Tishreen Lattakia ini mengaku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck adalah film favoritnya selama festival ini berlangsung.

“Film ini sangat menyentuh hati. Herjunot Ali dan Pevita Pierce layak dapat Oscar karena memainkan peran Zainuddin dan Hayati di film Tenggelamnya Kapal Van der Wijck ini,” ujar Lidya yang tidak bisa menahan air matanya saat menyaksikan film ini.

Seorang kritikus film asal Lattakia yang juga selalu menonton setiap hari, Thareq Kherbek, menilai strategi KBRI Damaskus menggunakan film sebagai alat promosi adalah sangat tepat. Di dalam sebuah film tidak hanya terkandung gambar, musik, dan cerita, tetapi juga nilai, emosi, dan kebudayaan yang terbungkus apik.

“Saat menonton film, kita secara langsung tetapi tidak sadar sedang disuguhi promosi tentang pemandangan, musik, nilai, sekaligus keluhuran kebudayaan Indonesia selama berjam-jam lamanya. Pekan Film Indonesia adalah strategi yang tepat dan jitu di tengah masyarakat Suriah yang bosan dan lelah dengan konflik,” tutur dia.

Sementara, Pejabat Penerangan Sosbud KBRI Damaskus AM Sidqi menuturkan, Pekan Film Indonesia ini digelar di tiga kota besar di Suriah, yaitu Lattakia (21—23 September 2016), Homs (28—30 September 2016), dan Damaskus (5—8 Oktober 2016). Menurut dia, pemutaran film ini dimaksudkan salah satunya untuk mengembalikan citra positif Indonesia yang sering dipersepsikan sebagai bangsa pembantu.

“Setelah Pemerintah RI menghentikan pengiriman TKI ke seluruh negara Arab, termasuk Suriah, saatnya kita mengenalkan wajah positif dan keren Indonesia melalui film,” kata Sidqi.
(alv)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4169 seconds (0.1#10.140)